BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembahasan
Jauh sebelum
diciptakan manusia, Tuhan telah memberikan kabar tentang rencana-Nya
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi sehingga mampu untuk
membangun dan mengelola dunia sesuai dengan kehendak-Nya. Meskipun rencana ini
sempat ditentang dan diragukan oleh para malaikat yang merasa khawatir bahwa
makhluk yang baru tersebut akan membuat kerusakan, namun Allah Swt. lebih tahu
dari apa yang diketahui oleh para malaikat sehingga tetap menciptakan makhluk yang
bemama manusia. Agar mampu menyelesaikan tugasnya sebagai khalifah,
manusia dibckali bcrbugui keislimcwuiin dan potcnsi yang tclub tcrgambar dalam
kisah perjalanannya menuju tempat tugasnya. Keistimewaan inilah yang dalam
Islam terkenal dengan istilah fitrah.
Muhammad Fadhil al-Jamali berpendapat bahwa fitrah merupakan kemampuan
dasar dan kecenderungan-kecenderungan atau lahir dalam bentuk yang sederhana
dan terbatas. Kemudian saling mempengaruhi dalam lingkungan sehingga tumbuh dan
berkembang menjadi lebih baik atau sebaliknya. M Quraish
sihab mengartikan fitrah sebagai unsur, sistem tata kerja yang diciptakan Allah
pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya. Dengan demikian fitrah merupakan
potensi kodrati yang harus dikembangkan demi kesempurnaan hidup. Oleh karena
pendidikan harus merupakan aktivitas dan usaha manusia untuk membina dan
mengembangkan potensi-potensi pribadinya agar berkembang seoptimal mungkin
B. Pokok Pembahasan
Dari uraian di atas
yang berimplikasi bahwa eksistensi Fitrah manusia menjadi sumber potensi sebagai pijakan manusia
untuk pijakan kehidupannya,
.
pemakalah bermaksud akan mengkaji tentang apa konsepsi fitrah manusia dan
nilai-nilai kemanusia perspektif al-Quran dan Hadist..
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsepsi Fitrah Manusia
Makna
Fitrah sangat beragam dikarenakan sudut pandang pemaknaannyaberbeda-beda.
Secara etimologi kata fitrah berasal dari bahasa Arab fathara dari masdar fathrun
yang berarti belah atau pecah.[1] Fitrah adalah
istilah dari bahasa Arab yang berarti tabiat suci atau baik yang khusus
diciptakan Tuhan bagi manusia sebagai modal dasar agar dapat memakmurkan bumi.
Dengan demikian fitrah merupakan potensi kodrati yang harus dikembangkan demi
kesempurnaan hidup.[2] Oleh karena pendidikan harus merupakan aktivitas
dan usaha manusia untuk membina dan mengembangkan potensi-potensi pribadinya
agar berkembang seoptimal mungkin.[3]
Makna
fitrah juga diungkapkan oleh Abdurrahman Saleh, seorang pakar pendidikan yang
memaparkan tiga macam makna fitrah, Pertama, fitrah berarti Islam. Kedua,
fitrah berarti tauhid. Ketiga, fitrah berarti bentuk yang diberikan Allah pada
manusia pada saat penciptaannya
dahulu. Menurutnya pengembangan dan pengarahan fitrah manusia sangat diperlukan
agar terjadi ikatan kuat antara manusia dengan Allah sebagai khaliknya.[4]
M
Quraish sihab mengartikan fitrah sebagai unsur, sistem tata kerja yang
diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi
bawaannya. Sejak kelahirannya manusia membawa potensi keberagamaan yang benar,
yang diartikan Ulama sebagai tauhid. Namun Fitrah manusia bukan hanya sebatas
tauhid, tapi juga kecenderungan hati kepada lawan jenis, anak-anak, harta,
binatang ternak, sawah ladang dan sebagainya.[5]
Dalam al-Qur’an kata ini dalam
berbagai bentuknya terulang sebanyak dua puluh depalan kali, empat belas
diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam
konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah
Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini
ditemukan sekali pada surat al-Rum ayat 30:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[6]
Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa
potensi
keberagamaan yang benar, yang diartikan Ulama sebagai tauhid. Namun Fitrah
manusia bukan hanya sebatas tauhid, tapi juga kecenderungan hati kepada lawan
jenis, anak-anak, harta, binatang ternak, sawah ladang dan sebagainya yang merupakan
potensi kodrati yang harus dikembangkan demi kesempurnaan hidup.
Dalam Perkembangan manusia tidak
terlepas dari pengaruh lingkungan dan bawaan tetapi yang peling terpenting mempengaruhi perkembangan manusia adalah kedua orang tuanya
sendiri. Didalam kitab hadis yang disusun oleh para Imam Mazhab terdapat
beberapa hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Dalam meriwatkan
hadis terjadi perbedaan matan namun secara substansif memiliki pengertian yang
sama.
1. Riwayat al-Bukhari
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو
سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ
فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَاف لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya : Abdan Menceritakan kepada
kami (dengan berkata) Abdullah memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari
al-Zukhri (yang menyatakan) Abu salamah bin Abd al-Rahman memberitahukan
kepadaku bahwa Abu Hurairah, ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda “setiap anak
lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam)
menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi.
sebagimana binatan ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurnah Anggota
tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacak (putus
telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)kemudian beliau membaca, (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.[7]
2. Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا
حَاجِبُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ الزُّبَيْدِيِّ،
عَنْ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّه" مَا مِنْ
مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ،
وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو
هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ:
Artinya :Hâjib bin al-Walid
menceritakan kepada kami (dengan mengatakan) Muhammad bin harb menceritakan
kepada kami (yang berasal) dari al-Zubaidi (yang diterima) darfi al-Zuhri (yang
mengatakan) Sa'id bin al-Musayyab memberitahukan kepadaku (yang diterima) dari
Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir
(dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan
anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana
binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya).
Apakah anda mengetahui di antara binatang itu ada yang cacat/putus (telinganya
atau anggota tubuhnya yang lain).
Anak lahir ke dunia ini sudah membawa
fitrahnya, ada yang menafsirkan bahwa fitrah ini adalah fitrah keagamaan yaitu
agama islam, kemudian jika anak tersebut akhirnya beragama selain islam itu
adalah pengaruh dari orang tua dan lingkungannya.
Sebenarnya labih pas jika arti kata
“Fitrah” lebih dimaknai sebuah “Potensi” jika dikaitkan dalam dunia pendidikan.
Sehingga makna hadits Nabi “setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci” secara
lebih luas dimaknai sebagai “Semua Anak Lahir di Dunia lahir dalam keadaan
Membawa Potensi”. Setelah dimaknai seperti inilah baru kita bisa menentukan
perjalanan hidup manusia di masa berikutnya. Kalau memakai kata “Suci”
pemaknaan yang banyak diartikan orang adalah bahwa anak itu lahir atau manusia
itu lahir kedunia pada awalnya memang adalah seorang makhluk yang baik. Apalagi
di dalam Islam dikatakan tidak ada kewajiban dan dosa bagi anak yang belum
dewasa. Seolah-olah anak lahir sudah membawa potensi menjadi baik. Lebih jauh
lagi jika dimaknai dengan “Potensi” ini akan berlainan tapi tidak berlawanan.
Maksudnya jika berlawanan nanti dianggap anak baru lahir itu membawa potensi
jelek. Bukan itu maksudnya. Maksud berlainan di sini adalah manusia atau anak
yang baru lahir itu berada di tengah-tengah antara potensi yang baik dengan
potensi yang buruk.
Konsep
fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan Islam mengacu pada tujuan bersama
dalam menghadirkan perubahan tingkah laku, sikap dan kepribadian setelah
seseorang mengalami proses pendidikan. Menjadi
masalah adalah bagaimana sifat dan tanda-tanda (indikator) orang yang beriman
dan bertaqwa. Maka konsep fitrah terhadap pendidikan Islam dimaksudkan di sini,
bahwa seluruh aspek dalam menunjang seseorang menjadi menusia secara manusiawi
adanya penyesuaian akan aktualisasi fitrah-nya yang diharapkan, yakni pertama,
konsep fitrah mempercayai bahwa secara alamiah manusia itu positif (fitrah),
baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual).
Kedua, mengakui bahwa salah satu komponen terpenting manusia adalah qalbu.
Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Di samping jasad, akal, manusia
memiliki qalbu. Dengan qalbu tersebut manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar
nalar) berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang salah (termasuk
memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan mempengaruhi benda
dan peristiwa.[8]
B. Azas-Azas Sebagai Nilai Kemanusiaan
Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Isra’ ayat 70 Allah
berfirman:
*
ôs)s9ur
$oYøB§x.
ûÓÍ_t/
tPy#uä
öNßg»oYù=uHxqur
Îû
Îhy9ø9$#
Ìóst7ø9$#ur
Nßg»oYø%yuur
ÆÏiB
ÏM»t7Íh©Ü9$#
óOßg»uZù=Òsùur
4n?tã
9ÏV2
ô`£JÏiB
$oYø)n=yz
WxÅÒøÿs?
ÇÐÉÈ
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Sehubungan dengan kelebihan tersebut,
Islam telah meletakkan azas-azas sebagai nilai yang akan menjaga hakikat
kemanusiaan:.
1. Saling menghormati dan
memuliakan. Islam mengajarkan untuk menghormati manusia walaupun telah menjadi
mayat.
2. Menyebarkan kasih sayang. Ini
merupakan eksplorasi dari risalah Islam sebagai ajaran yang utuh, karena dia
datang sebagai rahmat untuk seluruh alam.
3. Keadilan & persaman.
Menegakkan keadilan merupakan keharusan diwaktu aman bahkan dalam keadaan
perang sekalipun. Dan Islam menjadikan berlaku adil kepada musuh sebagai hal
yang mendekatkan kepada ketaqwaan (QS. Al-Maidah: 8). Untuk merealisasikan hal
ini, Islam tidak hanya menyuruh berbuat adil, tapi juga mengharamkan kezaliman
dan melarangnya sangat keras. Adapun azas persamaan sangat ditekankan khususnya
dihadapan hukum. Faktor yang membedakan antara satu orang dengan yang lain
adalah taqwa dan amal shaleh. (QS.Al-Hujurat: 13).
4. Perlakuan yang sama. Membalas
suatu kebaikan dengan kebaikan yang sama atau lebih baik adalah tuntutan setiap
masyarakat yang menginginkan hubungan harmonis antar sesama. Allah SWT
menentukan hal tersebut dalam salah satu firman-Nya dalam surat Al Isra’ ayat
7, yang artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu
sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami
datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk
ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan
untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS.
Al-Isra:7).
5. Berlapang dada &
toleransi (tasamuh). Makna tasamuh adalah sabar menghadapi keyakinan-keyakinan
orang lain, pendapat-pendapat mereka dan amal-amal mereka walaupun bertentangan
dengan keyakinan dan batil menurut pandangan, dan tidak boleh menyerang dan
mencela dengan celaan yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa
perasaannya. Azas ini terkandung dalam banyak ayat Al-Qur’an diantaranya, dalam
surat Al An’am ayat 108, yang artinya : “Dan janganlah kalian mencela
orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela
Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk
setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka
lakukan”. (QS.Al-An’am: 108).
6. Saling tolong menolong. Islam
tidak sekedar mengesahkan azas ini sebagai azas dalam hubungan antar manusia,
tapi lebih jauh lagi Islam menentukan bahwa hamba selamanya bergantung kepada
pertolongan Allah SWT, dia mengakui hal ini atau pun tidak mengakuinya. Dan
Islam mengaitkan pertolongan ini dengan saling tolong menolong hamba antar
mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dan Allah selalu menolong seseorang
selama orang tersebut selalu menolong saudaranya”. (HR. Muslim).
7. Menepati janji. Melanggar
janji merupakan satu tanda dari kemunafikan. Nabi SAW bersabda: “Tanda orang
munafik itu ada tiga; bila berbicara dia berbohong, bila berjanji dia melanggarnya
dan bila diberi amanat dia mengkhianatinya” .(HR. Muslim).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi keberagamaan yang benar,
yang diartikan Ulama sebagai tauhid. Namun Fitrah manusia bukan hanya sebatas
tauhid, tapi juga kecenderungan hati kepada lawan jenis, anak-anak, harta,
binatang ternak, sawah ladang dan sebagainya yang merupakan potensi kodrati
yang harus dikembangkan demi kesempurnaan hidup
2.
. Konsep fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan Islam mengacu pada
tujuan bersama dalam menghadirkan perubahan tingkah laku, sikap dan kepribadian
setelah seseorang mengalami proses pendidikan
3.
Sehubungan dengan kelebihan tersebut, Islam telah meletakkan azas-azas sebagai
nilai yang akan menjaga hakikat kemanusiaan:
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur ’an,
Jakarta : Rineka Cipta, 1994
al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih
al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid
XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
Idi, Abdullah dan Toto Suharto, Revitalisasi
Pendidikan Islam, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006.
Kusuma, Guntur Cahaya. “Konsep
Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam”, Ijtimaiyya, Agustus, 2013.
M Shihab, Quraish. Wawasan
Ai-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat Bandung: Mizan, 2007
Makin, Baharuddin, Pendidikan
Humanistik: Konsep,Teori, dan Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan Jogjakarta:
Ar-ruzz media, 2007.
Manzur, Ibnu. Lisan al-Arab
al-Muhit, Beirut: Das-asadir
Nashori, Fuad. potensi-potensi manusia, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2003
[1] Mahmud
Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan
Penterjemahan dan Tafsir Al-Qur’an, 1973), 319
[2] Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006), Hal. 59
[3] Baharuddin, Makin, Pendidikan Hubmanistik: Konsep,Teori,
dan Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan ( Jogjakarta: Ar-ruzz media,2007)
hal 38-39
[4] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-bQur ’an, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1994 ),Hal.59-64
[6] M. Quraish Shihab, Wawasan
Ai-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), 19.
[7] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri
(penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, (Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 568
[8] Guntur Cahaya Kusuma, “Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan
Islam”, Ijtimaiyya, Agustus,
2013, 87.
Posting Komentar