عَنْ
حُذَيْفَةَ بْنِ اليَمَانِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ
عَنِ المُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا
مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
2. Mufradat
Hendaknya kamu menyuruh
|
لَتَأْمُرُنَّ
|
Mempercepat
|
يُوشِكَ
|
Mengirim
|
يَبْعَث
|
Diterima, Dikabulkan
|
يُسْتَجَابُ
|
3. Terjemahan
“Hudzaifah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Demi Allah yang
jiwaku ada di tangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah
kemunkaran, atau kalau tidak, pasti Allah akan menurunkan sisksa kepadamu,
kemudian kamu berdo’a, maka tidak diterima doa dari kamu.”
4. Kandungan
Hadis
Umat
Islam diperintahkan untuk mengajak saudara-saudaranya sesama manusia, khususnya
umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperinahkan Allah dan menjauhi
kesesatan yang dilarang-Nya. Amar ma’ruf dan nahi munkar sangat penting dalam
ajaran Islam. Mereka yang melakukannya akan mendapatkan kemuliaan dan
kebahagiaan, sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT. Dalam al- Qur’an:
Kebahagian dan
keberuntungan tentu saja tidak hanya milik mereka yang melakukan amar ma’ruf
dan nahi munkar, tetapi juga bagi mereka yang diajaknya apabila menuruti ajakan
tersebut sebagaimana akan dibahas di depan.
Manusia
terkadang lupa diri, tidak ingat tujuan hidup dan hendak kemana setelah hidup.
Akibatnya, ia berbuat semena-mena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana
perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari. Keadaan seperti
itu dapat dihindari atau dikurangi bila ada segolongan orang yang melakukan
amar ma’uf dan nahi munkar. Maka mereka sesungguhnya telah menolong saudaranya
yang tengah lalai tersebut.
Sebaliknya,
orang yang tidak peduli terhadap perbuatan saudaranya sesama muslim, bahkan
mengajak untuk melakukan perbuatan yang dilarang syara’ atau merasa senang jika
melihat saudaranya terjerumus dalam perbuatan tercela yang dilarang Islam dan
dipandang buruk bahkan merintangi mereka yang akan berbuat kebaikan, mereka itu
tergolong sebagai orang yang munafik.
Dengan
demikian, amar ma’ruf dan nahi munkar sangat besar pengaruhnya bagi ketentraman
hidup manusia, baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Tidak heran bila
al-Qur’an menyebutkan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu
kewajiban umat Islam yang merupakan umat terbaik.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.”
Mereka yang tidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar sangat dicela dan
dianggap telah berbuat kejelekan walaupun ia sendiri tidak melakukanya. Akan
tetapi, dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar ini, kita tidak perlu
memaksakan diri misalnya, dengan cara-cara tertentu yang bersifat memaksa,
sehingga mengakibatkan kita celaka. Setiap da’i hendaklah selalu ingat bahwa ia
hanya diperintahkan melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, sedangkan masalah
menurut atau tidaknya orang yang diajaknya diserahkan sepenuhnya kepada Allah
SWT. Dia-lah yang berkuasa menjadikan seseorang mendapat hidayah atau tidak.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar diperlukan metode
tertentu agar berhasil dengan baik. Di antara metode yang diajarkan al-Qur’an
adalah sebagai berikut:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Selain itu, dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar harus disesuaikan
dengan kemampuan orang yang hendak melaksanakanya. Nabi SAW, menawarkan tiga
alternatif. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis lain:
عن سعيد الحدري رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى
الله عليه وسلم يقول: من رأى منكم منكرا فليغيّر بيده فان لم يستطع فبلسانه فان لم
يستطع فبقلبه وذلك أضعف الايمان (رواه مسلم)
Artinya:
“Said al-Khudri berkata: saya mendengar Rasulullah SAW,
bersabda: “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan
tangannya (kekuasaanya), kalau tidak bisa dengan ucapannya, dan kalau tidak
bisa, maka dengan hatinya. Namun hati itu selemah-lemahnya iman.”(HR. Muslim)
Menurut sebagian ulama, maksud dari hadis di atas bahwa kemunkaran harus diubah
dengan:
1) Kekuasaan
bagi para penguasa
2) Nasihat atau ceramah bagi para
ulama, kaum cerdik pandai, juru penerang, bagian penyuluhan, para wakil rakyat,
dan lain-lain.
3) Membencinya
di dalam hati bagi masyarakat umum
Setiap orang
memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemunkaran.
Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat Islam harus berusaha
melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar menurut kemampuanya, sekalipun hanya
melalui hati. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar
sangat penting dalam Islam dan harus dilaksanakan oleh semua umat Islam agar
tercipta tatanan hidup yang baik di masyarakat. Hal ini karena masing-maing individu
bersedia untuk menegur atau memberi nasihat kepada individu lainnya ketika ia
lalai dan melakukan kesalahan.
Menurut
Al-Faqih Abu Laits Samarqandhi, ada lima syarat dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, yaitu:
a. Berilmu,
karena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mana yang munkar.
b. Ikhlas,
semata mencari ridha Allah SWT, dalam menegakkan agama-Nya.
c. Menggunakan
metode yang baik, penuh kasih sayang terhadap objek (orang yang dinasihati),
kata-kata lunak, sikap ramah-tamah. Sebagaimana pesan Allah kepada Nabi Musa
dan Harun a.s. Ketika menghadapi Fir’aun.
d. Sabar
dan tenang, berdasarkan firman Allah SWT:
“Hai anakku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
e. Melakukan
hal-hal yang diperintah (menyesuaikan ucapan dan perbuatan), agar terhindar
dari ejekan masyarakat dan ancaman Allah SWT, berfirman:
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
Namun demikian, yang paling penting, sebagaimana telah disebutkan di atas,
adalah keinginan dan usaha untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Jika
tidak ada usaha dari umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, yakni
membiarkan orang-orang yang melakukan kemunkaran bebas berkeliaran tanpa adanya
usaha untuk mencegahnya atau mengajak mereka agar tidak melakukan kemaksiatan
dan kemunkaran tersebut, Allah SWT, akan menurunkan azab-Nya dan Dia tidak akan
menerima doa kaum muslimin yang ada ditempat itu.
Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha sesuai dengan kemampuanya untuk
amar ma’ruf dan nahi munkar, terutama dari pihak penguasa yang memiliki
kewenangan untuk itu. Amar ma’ruf dan nahi munkar yang dilakukan penguasa
dipastikan akan lebih efektif daripada yang dilakukan oleh individu.
Umat islam
diharuskan untuk menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf
nahi munkar) kepada sesama umat islam bahkan kepada semua manusia sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya dan cara-cara yang bijak.
Jika tidak ada
usaha kearah itu, Allah akan menurunkan siksa-Nya dan tidak akan menerima do’a
hamba-Nya yang enggan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
5. Takhrijul
Hadis
Ø Hadis ini terdapat dalam kitabnya
At-Tirmidzi dalam bab 9, Hadis ini merupakan Hadis Hasan.
Ø Hadis ini juga terdapat dalam
shahih Ibnu Hibban (290) bab 5. Hadis ini sanadnya lemah, karena tidak
diketahuinya Ashim bin Umar bin Utsman, sebagaimana diungkapakan oleh Al Hafizh
Ibnu Hajar di dalam At- Taqrib. Dan orang yang meriwayatkan
darinya, yaitu Amru in Utsman, Ibnu Hajjar di dalam At- Taqrib berkata,
“Dikatakan: Utsman bin Amru. Sebagian mereka menyebutkannya terbalik (maqlub), dan
dia tertutup (tidak diketahui orangnya)”.
Ø Diriwayatkan oleh Al Bazzar
(3304), dari Ishaq bin Bahlul, dari Ibnu Abu Fudaik, dengan hadis dan sanad
yang sama.
Ø Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(VI/159); Ibnu Majah (4004) dengan hadis yang ringkas pada Kitab fitnah-fitnah,
bab menyerukan kebajikan; dan Al Bazzar (3305), melalui dua jalur riwayat, dari
Hisyam bin Sa’ad, dari Amru bin Utsman, dengan hadis dan sanad yang sama.
Ø Dikemukakan oleh Al Haitsami di
dalam Majma’ Az- Zawa’id (VII/266). Dia menisbatkan riwayatnya
kepada Imam Ahmad dan menyatakannya cacat karena Ashim bin Umar.
6. Biografi
Perawi
Abu Abdullah Hudzaifah Ibn Hasil
Al-Yamani r.a. adalah seorang sahabat berasal dari Yaman. Ia masuk Islam
bersama bapaknya mengikuti Perang Uhud.
Ia termasuk sahabat yang cerdas, faqih, ahli fatwa, dan salah seorang sahabat
yang dipercaya Rasulullah SAW. Dalam menangani orang-orang munafik, khususnya
yang berhubungan dengan fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Ia memiliki kedudukan
tinggi dalam jihad, dan ini diakui dan disaksikan oleh banyak orang. Di
tangannyalah Hamadan dan Dainur dapat ditaklukkan. Umar berkata kepada para
pengikutnya ketika mereka berkeinginan diberi amanat untuk memimpin, “Tetapi
saya menginginkan laki-laki seperti Abu Ubaidah, Muadz Ibn Jabal, dan Hudzaifah
Al-Yaman dalam ketaatan kepada Allah SWT.”
Abu Abdullah
meriwayatkan lebih dari 100 hadits dari Rasulullah SAW; 12 hadits yang
disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Bukhari sendiri dalam 8 hadits,
dan Imam Muslim sendiri dalam 17 hadits. Ia meninggal di Madinah pada tahun 34
H, 40 hari setelah terbunuhnya Utsman.
8. Fiqh
Al-Hadis
Umat Islam
diharuskan untuk menganjurkan kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf
nahi munkar) kepada sesama umat Islam bahkan kepada sesama manusia sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya dan cara-cara yang bijak.
Jika tidak ada
usaha ke arah itu, Allah akan menurunkan siksa-Nya dan tidak akan menerima do’a
hamba-Nya yang enggan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Posting Komentar