Imam empat
serangkai adalah imam-imam madzhab fiqh dalam islam. mereka imam-imam bagi
madzhab empat yang berkembang dalam islam. Mereka terkenal sampai kepada
seluruh umat di zaman yang silam dan sampai sekarang.
Mereka itu adalah:
a. Abu
Hanifah annu’man
b. Malik
bin Anas
c. Muhammad
Idris Asy-Syafi’i
d. Ahmad
bin Muhammad bin Hambal
Karena
pengorbanan dan bakti mereka yang besar terhadap agama islam yang maha suci,
khususnya dalam bidang ilmu fiqih mereka telah sampai ke peringkat atau
kedudukan yang baik dan tinggi dalam alam islam. Peninggalan mereka merupakan
amalan imu fiqih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama islam
dan kaum Muslimin umumnya.
1. Imam
Abu Hanifah Annu’man
Imam Abu
hanifah adalah seorang imam yang empat dalam islam. Beliau lahir dan meninggal
lebih dahulu dari pada imam-imam yang lain. Imam Abu Hanifah dilahirkan pada
tahun 80 Hijriah bersamaan (659 Masehi). Sebagian para ahli sejarah mengatakan
bahwa beliau dilahirkan pada tahun 61 Hijriah, pendapat ini sangat tidak
berdasar, karena yang sebenarnya ialah pada tahun 80 Hijriah (659) menurut
pendapat yang pertama.
Nama asli Abu
hanifah adalah Annu’man, bapak Abu hanifah di lahirkan dalam islam, ada
beberapa pendapat ahli sejarah tentang bapaknya. Diantaranya mengatakan bahwa
beliau berasal dari Anbar dan beliau pernah tinggal di Tarmuz dan Nisa. Bapak
Abu Hanifah adalah pedagang beliau satu keturunan dengan bapak saudara
Rasullah. sedangkan ibunya tidak terkenal di kalangan ahli-ahli sejarah tetapi
walau bagaimanapun juga beliau menghormati dan sangat taat kapada ibunya. Abu
Hanifah hidup di zaman pemerintahan kerajaan Umawiyyah dan pemerintahan
Abbasiyah, beliau lahir di sebuah desa di wilayah pemerintahan Abdullah bin
Marwan dan beliau meninggal dunia pada masa khalifah Abu Ja’far Al-Mansur pada
tahun 150 H.[1]
Semula Abu
Hanifah adalah seorang pedagang, sesudah itu beliau beralih ke bidang ilmu
pengetahuan. Imam Abu Hanifah tinggal di kota Kufah di Irak. Ia seorang yang
bijak dan gemar ilmu penggetahuan. Ketika beliau menambah ilmu pengetahuan,
mula-mula beliau belajar bahasa Arab, karena ilmu bahasa tidak menggunakan
banyak akal (pikiran) beliau meninggalkan pelajaran ini dan beralih mempelajari
fiqih. Beliau berminat pada pelajaran yang banyak menggunakan pikiran. Beliau
terkenal sebagai seorang alim dalam ilmu fiqih dan tauhid. Diantara para
gurunya adalah Hammad bin Abi Sulaiman al-Asya’ari. Sepeninggalan gurunya
beliau menggantikan gurunya mengajar ilmu fiqh. Disamping mempelajari ilmu
fiqih beliau sempat juga mempelajari ilmu-ilmu yang lain seperti tauhid dan
lain-lain. Diantara buku kajiannya antara lain: al-Fiqhu Akbar, al-Rad Ala al-Qadariyah
dan al-Alim wal Muta’alim.[2]
Murid-murid
imam Abu Hanifah luar biasa banyaknya, mereka sangat terkenal dan hingga kini
masih dikenal di seluruh dunia islam, di antaranya:
a. Imam Abu Yasuf, Ya’qub bin
Ibrahim al-Anshari, dilahirkan pada tahun 113 Hijriyah. Beliau belajar
menghimpun atau mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah saw, yang diriwayatkan
dari Hisyam bin Urwah asy-Syaibani, ‘Atha’ bin as-Sa’ib, dan lainnya. Abu Yusuf
menghimpun tulisan atau catatan pelajaran yang diterimanya dari imam Abu
Hanifah, selanjutnya disiarkan kepada seluruh umat.
b. Imam Muhammad bin Hasan bin
Farqad asy-Syaibani dilahirkan pada tahun 132 Hijriyah. Belum beberapa lama
belajar kepada imam Abu Hanifah, gurunya yang utama itu wafat, pada saat itu
Muhammad bin Hasan baru berusia 18 tahun. Beliau lalu menimba ilmu kepada
imam Abu Yusuf karena mengetahui bahwa imam Abu Yusuf adalah murid imam Abu
Hanifah yang terpandai dan terkemuka.
c. Imam Zufar bin Hudzail bin
Qais al-Kuufi, dilahirkan pada tahun 110 Hijriyah. Imam Zufar merupakan murid
imam Abu Hanifah yang meninggal lebih dahulu dari pada yang lainnya.
d. Imam Hasan bin Ziyad al-lulu’i
adalah salah seorang murid imam Abu Hanifahyang terkenal dan juga pernah
belajar kepada imam Juraid r.a. dan lain-lainnya. Ketika imam Abu Hanifah
wafat, beliau belajar kepada imam Abu Yusuf, sesudah Abu Yusuf wafat, beliau
belajar kepada Muhammad bin al-Hasan.[3]
Walaupun Abu
Hanifah tidak banyak mengarang banyak kitab namun madzabnya tetap terkenal
disebabkan murid-muridnya banyak yang menulis kitab-kitab untuk madzhabnya
terutama Abu Yusuf Muhammad.
2. Imam
Malik bin Anas
Imam Malik imam
yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam islam dari segi umur. Beliau
dilahirkan tiga belas tahun sesudah kelahiran Abu Hanifah. Imam Malik ialah
seorang imam dari kota Madinah dan imam bagi penduduk Hijaz. Beliau salah
seorang ahli fiqih yang terakhir bagi kota Madinah dan juga yang terakhir bagi
fuqoha’ Madinah. Beliau berumur hampir 90 tahun.
Imam Malik
dilahirkan di suatu tempat yang bernama Zulmarwah di sebelah utara al-Madinah
al-Munawwarah pada zaman pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik al-Umawi.
Kemudian beliau tinggal di al-Akik untuk sementara waktu dan akhirnya beliau
menetap di Madinah. Semasa hidupnya imam Malik sebagai pejuang agama dan umat
islam seluruhnya. Beliau meninggal pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid di
masa pemerintahan abasiyah. Zaman hidup imam Malik sama dengan zaman hidup imam
Abu Hanifah[4].
Semasa
hidupnya, imam Malik mengalami dua corak pemerintahan, Umayyah dan Abasiyah
dimana terjadi perselisihan hebat diantara dua pemerintahan tersebut. Di masa
itu pengaruh ilmu pengetahuan Arab, Persi, dan Hindi (india) tumbuh dengan
subur di kalangan masyarakat kala itu.
Imam Malik juga
manyaksikan perselisihan antara pro-Abasiyah dan pro-Alwiyyin dan juga orang
Khawarij, dan juga perelisihan antara golongan Syiah, golngan Ahlu Sunnah dan
orang Khawarij. Dismping itu pula beliau menyaksikan percampuran antara bangsa
dan keturunan yaitu orang Arab, Persi, Rum, dan Hindi.[5]
Dicertakan
bahwa ketika Ibu Malik mengandung beliau di dalam perutnya selama dua tahun dan
ada juga yang mengatakan tiga tahun. Ibu imam Malik bernama al-Ghalit binti
Syarik bin Abdul Rahman bin Syarik al-Azdiyyah. Sedangkan bapak beliau tidak
disebutkan dalam buku-buku sejarah, yang diketahui beliau tinggal di suatu
tempat bernama zulmarwah, nama suatu tempat di padang pasir sebalah Utara
Madinah.
Dalam kitab “Tahzibul-asma
Wallughat” diterangkan bahwa imam Malik pernah belajar kepada sembilan ratus
Syekh. Tiga ratus diantaranya adalah dari golongan Tabi’in, dan enam ratus
lainnya dari golongan Tabi’it Tabi’in. Mereka semuanya adalah orang-orang yang
terpilih dan cukup dengan syarat-syarat yang dapat dipercaya dalam bidang agama
dan hukum fiqih. Diantara guru-guru beliau adalah Abdul Rahman bin Harmuz
al-‘Araj selama kurang lebih tujuh tahun, Rabi’ah bin Abdul Rahman, Nafi’i
‘Auli Abdullah, Ja’far bin Muhammad al-Baqir, Muhammad bin Muslim az-Zuhri,
Abdul Rahman bin Zakuan dan masi banyak lagi dari golongan Tabi’in sebagaimana
yang diterangkan oleh an-Nawawi. Beliau juga mempunyai murid yang jumlahnya
beratus-ratus, ada yang masih tetap terkenal namanya hingga kini, seperti:
a. Imam
Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.
b. Imam
Ismail bin Hammad (cucu imam Abu Hanifah).
c. Imam
Abdullah bin Wahbin (Ibnu Wahb).
d. Imam
Abdurrahman bin al-Qasim.
e. Imam
Asyhab bin ‘Abdul ‘Aziz. Dan masih banyak lainnya.
Diantara para
murid-muridnya ada yang menjadi pembela dan penyiar pendirian atau madzhab
Maliki, diantaranya:
a. Imam
Abdullah bin Wahbin.
b. Imam
Abdurrahman bin al-Qasim.
c. Imam
Asyhab bin ‘Abdul ‘Aziz. Dan lainnya.[6]
Imam Malik di
anggap sebagai seorang imam (pemimpin) dalam ilmu hadis. Sandaran-sandaran
(sanad) yang dibawa beliau termasuk salah satu sanad yang terbaik dan benar.
Karena beliau sangat berhati-hati dalam mengambil hadits-haits Rasulullah.
Beliau orang yang dipercaya adil dan kuat ingatannya, cermat serta halus dalam
memilih pembawa hadits (rawi).
Kitab
al-Muwatta’ ialah sebuah kitab yang lengkap penyusunannya selain dari kitab
al-Majmu’ karangan Zaid. Perkataan al-Muwatta’ ialah jalan yang mudah yang
disediakan untuk ibadah, itu adalah sebuah kitab yang paling besar ditulis oleh
imam Malik.
Imam Malik
kawin dengan seorang hamba (amah), beliau tidak kawin dengan perempuan merdeka
(hurrah) dan beliau sangat kasih sayang terhadap istrinya. Beliau dikaruniai
empat orang anak dengan istrinya tersebut, anak yang laki-laki ialah Muhammad,
Hammad dan Yahya, sedangkan anaknya yang perempuan bernama Fatimah. Imam Malik
meninggal dunia di Madinah, yaitu pada tanggal 14 bulan Rabi’ul Awwal tahun 179
Hijriyah.[7]
Imam Syafi’i
berkata: “Malik adalah pendidik dan guruku, darinya aku mempelajari ilmu, tidak
seorang pun yang lebih selamat bagiku selain imam Malik. Aku menjadikan beliau
sebagian hujjah antara aku dengan Allah swt.”
3. Imam
Muhammad Idris asy-Syafi’i
Imam Syafi’i
ialah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah
pendukung terhadap ilmu hadits dan pembaharu dalam agama (al-mujaddid) dalam
abad kedua Hijriyah. Asy-Syafi’i dilahirkan pada bulan Rajab tahun 150 Hijriyah
di kampung Ghazah, wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai Laut Putih
(Laut Mati) bagian tengah Palestina, bertepatan dengan malam wafatnya imam Abu
Hanifah. Tempat kelahiran imam asy-Syafi’i sebenarnya bukanlah bukan kediaman
ayahandanya karena tempat ayahnya adalah di kota Mekah, daerah Hijaz. Garis
keturunan asy-Syafi’i ialah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Utsman bin
Syafi’ bin Sa’ib bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Muththalib bin Abdu
Manaf. Dari pihak ibu ialah Muhammad bin Fatimah binti Abdullah bin al-Hasan
bin al-Husein al-Shibthi bin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhum.[8]
Masa hidup imam
Syafi’i ialah semasa pemerintahan Abbasiyah. Masa ini adalah suatu masa
permulaan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kerajaan Islam mulai luas, dan
berdirilah ibukota-ibukota besar yang terkenal sebagai gedung ilmu pengetahuan
yang luas, seperti kota Baghdad, Kufah, Basrah, Damsyik, Fursat, Qurtubah, dan
Qairawan. Sebagaimana diketahui bahwa di masa ini juga penerjemah kitab-kitab
mulai banyak, ilmu-ilmu juga telah di susun dan berbagai pemahaman telah timbul
dalam masyarakat islam serta bermacam-macam aliran pemikiran berkembang begitu
pula para pengacau mulai berkembang.
Percobaan untuk
membuat kekacauan dan kejahatan dikalangan umat telah berkembang, di masa itu
pula timbul golongan al-mutakallimin yang keluar dari agama. Perbadaan antara
ahlul-Hadits dan ahlul-Nakli dengan aliran ahlul-Ra’i mulai diketahui oleh
orang banyak. Bidang perbincangan dan perdebatan antara keduanya semakin luas.[9]
Imam Syafi’i
menerima fiqih dan hadits dari banyak guru yang mempunyai manhaj (jalan yang
ditempuh) sendiri-sendiri dan tinggal di tempat yang berjauhan satu sama lain.
Beliau memerima ilmunya dari para ulama Mekah, para ulama Madinah, para ulama
Yaman, dan para ulama Irak. Imam Syafi’i menerima pelajaran dari tokoh berbagai
madzhab, beliau menerima fiqih Maliki dari imam Malik sendiri yang beliau
anggap sebagai bintang yang berkilauan. Beliau mempelajari fiqih Auza’i dari
Umar bin Abi Salamah, fiqih al-Laits dari Yahya bin Hasan, dan fiqih Abu
Hanifah dari Muhammad bin Hasan. Dengan demikian imam Syafi’i mengumpulkan fiqih
Mekah, fiqih Madinah, fiqih Syam, fiqh Irak, dan fiqih Mesir.
Pada masa itu
dikenal dua Madrasah, yaitu:
a) Madrasah
al-Hadits yang berpusat di Madinah.
b) Madrasah
ar-Ra’yu yang berpusat di Irak.
Imam Syafi’i
memasuki Madrasah Hadist (Hijaz) yang dipimpin oleh imam Malik, dalam madrasah
ini khusus memberi perhatiannya pada penafsiran al-Qur’an al-Karim, sebab-sebab
nuzulnya, riwayat-riwayat tafsir bin Matsur, serta menafsirkan al-Qur’an dengan
kekuatan bahasa Arab dan adat istiadat mereka. Sedangkan Madrasah ar-Ra’yu di
Irak dipimpin oleh sahabat-sahabat imam Abu Hanifah.
Imam Syafi’i
mengikuti garis-garis yang ditempuh Ibnu Abbas sebagai pemegang kendali ilmu
dan tafsir di Mekah. Ibnu Abbas yang dijadikan contoh teladan dalam membentuk
dirinya. Keistimewaan Ibnu Abbas pada saat itu menjadi buah tutur para ulama
dan ahli sejarah. Imam syafi’i menyelami fiqih ulama’-ulama’ sebelumnya yang
telah dibukukan.
Karena materi
fiqih yang disuguhkan beliau sangat matang, dapat dikunyah, serta mendatangkan
sesuatu yang baru sesuai dengan tingkat kecerdasannya, maka tumbuhlah madzhab
dan ushulnya. Al-Umm adalah kitab yang ditulis sendiri oleh imam Syafi’i,
kemudian diriwayatkan oleh imam ar-Rabi’.[10]
Imam Syafi’i
murid yang dikemudian hari setelah beliau wafat menjadi ulama terkenal dan
terkemuka sebagai penyebar madzhab asy-Syafi’i. Para murid imam Syafi’i dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Murid-murid
imam Syafi’i keluaran Mekah.
b. Murid-murid
imam Syafi’i keluaran Baghdad.
c. Murid-murid
imam Syafi’i keluaran Mesir.
Para murid imam
Syafi’i yang pada akhirnya menjadi ulama terkemuka dan terkenal. Diantara
mereka ada yang mengembangkan dan menyabarkan madzhab asy-Syafi’i keseluruh
penjuru dunia islam, ada pula murid imam Syafi’i yang mendirikan madzhab
sendiri, seperti imam Ahmad bin Hambal, ima Abu Tsaur, dan imam Ishaq.[11]
Imam Malik
seorang guru imam Syafi’i pernah mengatakan: “tidaklah datang seseorang
dari suku quraisy yang keadaannya lebih pandai dari pemuda ini (imam Syafi’i).”
4. Imam
Ahmad bin Hambal.
Ahmad bin
Muhammad bin Hambal beliau adalah imam yang ke empat. Beliau adalah seorang
yang mempuyai sifat-sifat yang luhur, seorang yang saleh zuhud. Beliau hidup
pada masa zaman pemerintah Abbasiyah di mana golongan kebangsaan Persi
mengatasi kelompok kebangsaan Arab. Di zaman inilah bidang ilmu fiqih
berkembang lebih luas dan matang, Ahmad bin Hambal dilahirkan di kota Baghdad,
pada bulan Robi’ul Awwal tahun 164 Hijriah. Nasab silsilah beliau bertemu dan
bersambung dengan silsilah Rasulullah saw, yaitu pada Nizar. Hal itu karena
yang menurunkan Nabi saw adalah Mudhar bin Nizar, datuk ke-18 dari Nabi
Muhammad saw.[12] Ayah beliau meninggal dunia pada
usia 30 tahun ketika imam Ahmad masih kanak-kanak. Oleh karena itu, sejak kecil
beliau tidak pernah diasuh ayahnya akan tetapi diasuh oleh ibunya.
Imam Ahmad bin
Hambal menerima pendidikan pertama kali di kota Baghdad, kota yang penuh dengan
beragam manusia, adat istiadat, kesenangan-kesenangan, dan kota yang penuh
dengan ilmu pengetahuan. Disana ada ahli qira’at, ahli hadits, ahli tasawuf,
ahli lughah, dan ahli falsafah. Sesudah mampu menghafal al-Qur’an dan
mempelajari lughah (bahasa Arab), beliau mulai belajar menulis dan mengarang,
pada waktu itu beliau telah berusia 14 tahun.
Guru-guru ibnu Hambal:
a. Husein
bin basir bin abu hazr, wafat tahun 183 H.
b. Imam
asy-Syafi’i, beliaulah yang telah mengarahkan pada istimbat, imam ay-syafi’i
adalah guru kedua yang mengarahkan pada ilmu hadits dan fiqh. Dan masih banyak
guru yang lainnya yang tidak kurang dari 100 ulama besar yang memberikan
pelajaran kepadanya, baik yang berada di baghdad maupun di kota dan negeri
lainnya[13].
Imam Hambal mempunyai dua
majelis, yaitu:
a. Di
rumahnya, yang dihadiri oleh murid-murid khusus dari putra-putranya.
b. Di
Masjid, yang dihadiri masyarakat luas, beliau mengajar setelah sholat Ashar.
Ibnu Hambal
tidak mengarang selain dari hadits dan sunnah. Pada keseluruhan kitab-kitabnya
membicarakan hadits-hadits Rasulullah saw. Kitabnya yang termasyhur sekali
ialah al-Musnad, beliau banyak menghimpun banyak hadits-hadits Rasulullah
disusun pada tahun 180 H yang dijadikan sebagai panutan atau imam. Ibnu hambal
memuat 40 ribu hadits dari 700 ribu hadits dalam kitabnya al-Musnad.
Diantara
kitabnya ialah kitab az-zuhd, kitab ini membicarakan tentang kezuhudan
nabi-nabi, sahabat dan kholifah serta sebagian dari imam-imam yang berdasarkan
kepada hadits, atsar, dan akhbar-akhbar. Diantaranya adalah kitab as-Salah,
adalah sebuah kitab yang kecil yang dikeluarkan bersama kitab yang lain.
Diantara kitab-kitabnya yang lain: al-manasikul kabir, al-manassikus saghir,
at-taufik, al-nasikh wal mansukh, al muqaddim wal muakhir fi kitabillah ta’ala,
fadhail sahabah dan lain-lainnya.[14]
[1] Ahmad
asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab (Jakarta:
AMZAH, 2008), 69
[2] Ibid.,
17
[3] Muhammad
Said Ramadhan al-Buuthi, Bahaya Bebas Madzab Dalam Keagungan Syariat
Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 186
[4] Asy-syurbasi, Sejarah
dan Biografi... (Jakarta: AMZAH, 2008), 71
[5] Ibid.,
72
[6] Al-buuthi, Bahaya
Bebas Madzhab... (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 223
[7] Asy-syurbasi, Sejarah
dan Biografi... (Jakarta: AMZAH, 2008), 138
[8] Al-buuthi, Bahaya
Bebas Madzhab... (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 227
[9] Asy-syurbasi, Sejarah
dan Biografi... (Jakarta: AMZAH, 2008), 141
[10] Al-buuthi, Bahaya
Bebas Madzhab... (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 269
[11] Ibid.,
272
[12] Al-buuthi, Bahaya
Bebas Madzhab... (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 289
[13] Ibid.,
300
[14]
Asy-syurbasi, Sejarah dan Biografi... (Jakarta: AMZAH, 2008), 230
Posting Komentar